“Dunia Itu Perantauan dan Akhirat
Adalah Kampung Halaman”
Orang
asing atau sekedar lewat
Mereka tidak merasa senang dengan
keadaan safarnya
Mereka memahami bahwa mereka pergi
hanya sementara
Mereka menyadari bahwa semua akan
mereka tinggalkan
Mereka merindukan berkumpul kembali
pada tempat asalnya
Begitulah hakikat orang yang
menyadari bahwa dirinya sedang melakukan perjalanan. Dia tidak akan pernah
merasa betah untuk tinggal di tempat perantauannya karena itu bukanlah tempat
asalnya atau kampung halamannya. Hingga suatu kisah dari
Ustadz Felix Siauw, ketika suatu
hari beliau pergi jalan-jalan ketempat sepupu isterinya pekerja konveksi. Sepupu
isterinya ini adalah seorang perantauan yang asalnya dari Pati, Jawa Tengah yang
sedang bekerja di Jakarta. Beliau tidak menyangka rumah itu lebih parah dari
kandang burung, kotor, gelap, tidak ada ventilasi, WC numpang.
Hingga beliau
tidak betah dan langsung pulang pada saat itu. Tapi setelah beliau pulang dan
berpikir sungguh luar biasa ia bisa betah hidup dalam kondisi seperti itu. Dan
ternyata setelah beliau pergi ke kampung sepupu isterinya tersebut, beliau
kagum rumahnya luar biasa seperti istana. Beliau kemudian bertanya tentang hal
tersebut lalu mendapat jawaban “Inilah kerja saya di Jakarta.” Inilah seorang
perantau sejati kata beliau, ketika dia mendapatkan duit di Jakarta, dia tidak
pernah pakai di Jakarta tetapi dia kirimkan ke kampung karena dia menyadari dia
yakin dia tidak akan menetap di Jakarta. Hidup dia yakin sebagai perantauan.
Pertanyaannya, kalau
dunia
bukan kampung halaman
kita kata
Rasul tapi tempat kita untuk cuma nongkrong doang, kalau demikian kampung
halaman kita dimana? Jawabannya sudah tentu akhirat, akhirat ada dua, syurga
atau neraka? Syurga, InsyaAllah. Makanya kata Rasul, InsyaAllah kita ini (ummat
Islam) akan lebih tahu dan lebih ingat tempat tidur kita di syurga daripada
tempat tidur kita di dunia. Kita bisa begitu yakin saat ditujukkan mana tempat
tidur kita di syurga karena akhirat adalah kampung halaman kita dibanding di
dunia. Maka orang mukmin di dunia seenak apapun di dunia dia tidak akan peduli, kenapa?
Karena ini bukan kampung halamannya, dia tidak akan betah di dunia
selama-lamanya karena dia tahu ini bukan kampung halamannya.
Ini juga beda
orang kafir dengan orang mukmin. Orang mukmin tidak pernah takut mati. Orang kafir
takut mati karena ini kampung halamannya dia, ketika dia mati berarti dia harus
berpisah dengan kampung halaman dia, jurang pemisahnya adalah kematian antara
dia dengan yang dia inginkan dan yang dia nikmati. Sedangkan kita, mati itu
bukan jadi jurang melainkan jadi jembatan untuk menghubungkan antara kita
dengan yang kita cintai Allah dan Rasul-Nya. Maka betul Rasul kita bersabda
lewat salah satu sabdanya dengan sebuah sabda yang sangat istimewa.
Dunia ini kata Rasul adalah sebuah penjara bagi orang mukmin dan syurga
bagi orang kafir. Luar biasa. Maksudnya, seenak apapun orang-orang mukmin di
dunia, dia tidak akan pernah betah. Contoh cerita ketika Ustadz Felix mengisi kajian islam di
penjara, bertemu dengan orang-orang penting, mantan menteri, mantan gubernur
BI, mantan walikota, mantan gubernur. Sebelum beliau mengisi mereka, makan
bersama-sama, buka puasa. Luar bisa kata beliau, makanannya tidak pernah beliau
temukan di luar, sate singapore, pecel singapore, lodeh, sate kambing, sate
ayam lengkap, sayur asem luar biasa ada semua. Lalu beliau bertanya, pak... tiap
hari makan begini? Alhamdulillah, kita dianterin makanan oleh anak isteri kita
setiap hari. Setelah makan mereka cerita-cerita, ternyata kamar mereka enak, ada
yang ada spring-bed nya, ada AC nya dan ada koneksi internetnya. Jadi kira-kira begitu, inilah yang terjadi. Terus
beliau bertnya, luar biasa pak... Tapi apakah mereka betah disana? Dia katakan,
wallahi ustadz tolong doakan saya semoga PK (Peninjauan Kembali) saya diterima
besok. Peninjauan kembali supaya mereka bisa keluar. Mereka tidak betah disitu
karena itu adalah penjara.
Persis seperti kaum mukmin, seenak apapun mereka di dunia, tidak betah
mereka, ini bukan kampung halamannya. Maka betul, ketika suatu kejadian terjadi
ada orang yahudi mencegat Ibnu Hajar al-Asqalani. Ibnu Hajar al-Asqalani ini adalah seorang mustahid
sekaligus seorang hakim di masanya dia. Dia kemana-mana selalu diantar dengan
kereta kuda lengkap dengan pengawal-pengawalnya, dicegat dia... Ibnu Hajar
berhenti saya mau tanya, apa? Saya pernah hapal haditsnya Rasul hebatkan
orang yahudi zaman dulu, hapal haditsnya Rasul, orang mukmin sekarang hapal
haditsnya siapa? Josh Bush. Hehehe... Obama. Obama ngomong ditiruin atau dicopy
sama dia Orang yahudi zaman dulu hapal haditsnya
Rasul, apa haditsnya?
Artinya: Kehidupan dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi seorang kafir. (HR. Muslim).
Lalu dia tanya, “Imam Ibnu Hajar coba lihat anda, anda kemana-mana pake
kereta, anda kemana-mana banyak uang, anda kemana-mana banyak pengawal anda,
coba lihat saya, saya siapa? Berarti Rasulmu salah. Dunia tidak merupakan syurga bagi
saya, sedangkan dunia
tidak merupakan neraka bagimu ataupun penjara bagi kamu.”
Imam Ibnu Hajar setelah selesai mendengar lalu berkata “Wahai orang-orang
yahudi dengarkan kata-kata saya. Dunia memang menarik bagi saya, saya makan
enak, saya tidur nyenyak, tapi dibandingkan dengan syurga yang menunggu saya,
ini sudah seperti neraka, sudah seperti penjara. Sedangkan dibandingkan dengan
nanti neraka yang menunggu anda, ini sudah syurga, nikmati saja.” Anda kira-kira
mau jadi orang mukmin atau orang kafir? Mukmin! Nah, inilah kira-kira yang
dikatakan, setelah mendengar itu, dia berpikir “Iya juga ya” Akhirnya dia masuk
Islam.
Inilah yang dikatakan Rasulullah, Maka
orang-orang mukminin tidak akan pernah bangga dan tidak akan pernah betah berlama-lama
di dunia. Kenapa? Karena dunia itu tidak ada harganya. Maka
Abu Bakar bin Abi Qohafah (As-Siddiq) selalu berdo’a kepada Allah. “
Ya Allah,
tolonglah jangan jadikan dunia ini dalam hati saya, jangan sampai masuk di
dalam hati saya, cukup di dalam tangan saja.”
Kalau di dalam tangan bisa kita lepas kapan saja, handphone yang anda
pegang sekarang bisa anda lepas kapan saja? Bisa. Tetap anda pegang saja? Bisa.
Mau anda lepas? bisa karena anda pegang pake tangan, tetapi kalau anda masukkin
dalam hati maka tak akan semudah itu melepasnya. Maka dunia tidak akan ada
harganya, maka jangan di taruh di hati. Ngomong-ngomong bila dunia tidak ada
harganya, maka berapa harga dunia?
Harga dunia
itu seperti ketika anda menaruh satu saja jari tangan anda didalam lautan, anda
angkat dan berapa yang bisa anda angkat? Setetes, dua tetes, tiga tetes? Itu yang
mampu kita angkat sedangkan yang kita tinggalkan perhatikan! Kata Rasul itulah
kenikmatan yang Allah tahan di syurga. Yang Allah tahan di syurga itu seperti lautan.
Allah katakan lewat Rasul-Nya “Tidaklah dunia bila dibandingkan dengan akhirat
kecuali hanya semisal salah seorang dari kalian memasukkan sebuah jarinya ke
dalam lautan. Maka hendaklah ia melihat apa yang dibawa oleh jari tersebut
ketika diangkat?” (HR. Muslim) Seperti tadi kita angkat nah itulah kenikmatan
dari zaman awal sampai akhir, yang ditahan.... ALLAHU AKBAR... selautan tadi.
Maka wajar mental-mental para sahabat selalu bermentalkan lautan. Sahabat tidak
masalah mereka lupa daratan, tapi mereka tidak pernah lupa lautan. Inilah yang
mereka inginkan. Luar biasa. Bagaimana seorang Hanzalah, hitam, wajah kurang
menarik, pendek, nikah juga akhirnya. Dan seperti pria-pria yang lain, dia
melaksanakan kewajibannya ketika malam pertama. Ketika malam pertama kewajiban,
seruan jihad dimulai. Dia kabur dari rumahnya, jihad lalu meninggal lalu Rasul katakan,
cek itu sama isterinya Hanzalah, kenapa saya melihat dia dimandikan sama malaikat?
Setelah di cek, isterinya bilang. “Hanzalah keluar dalam keadaan junub, diabelum sempat mandi.” Nah kenapa bisa begitu? Dalam pikiran Hanzalah, “ALLAHU
AKBAR, setetes saja nikmatnya sudah seperti ini, apalagi lautan itu.” Dia tidak
tahan lagi, langsung dia kejar lautan. Itulah para sahabat, yang dipikirkan
bukan hanya dunia
tetapi yang mereka pikirkan adalah yang Allah tahan seperti yang diatas tadi. Kalau
sudah begini saja yang mereka rasakan di dunia, apalagi di akhirat yang
disediakan oleh mereka. Subhanallah, sahabat-sahabat berpikir bagaimana lautan
itu bisa di tangan mereka.
Kalau saya tanya, mau pilih yang mana! Yang setetes atau yang selautan?? Lautan
kita tuju, duniapun kita tuju. Tapi kalau kita diminta untuk pilih salah satu!
Jelas Selautan. Inilah kaum muslimin, inilah harga dunia, berarti harga dunia tidak
seberapa. Dibandingkan dengan harga akhirat yang menunggu kita nanti. Nah
makanya, Rasul selalu mengingatkan kepada kaum muslimin, “inilah dunia dan
inilah akhirat.”
Artinya: Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Q.S. Al-A'laa [87] : 17)
Artinya: dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). (Q.S. Adh-Dhuhaa [93] : 4)
Allah
menjelaskan kepada kita ayat di atas berkali-kali.
Catatan: “Tinggal di dunia merupakan tempat perantauan kita, dan kampung
kita adalah di akhirat (syurga) kelak.” Semoga kita semua ummat Islam meninggal
nanti dalam keadaan Khusnul Khotimah. Aamiin Ya Rabbal ‘alamiin. Semoga bisa di
share kepada teman-teman ynag lain dan yang terpenting dapat diamalkan.
InsyaALLAH. ALLAHU AKBAR!!!
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Artikel Islami
dengan judul
Dunia Itu Perantauan dan Akhirat Adalah Kampung Halaman. Anda bisa bookmark halaman ini dan bila ingin menjadikan bahan referensi harap cantumkan link sumber menuju postingan ini. Terima Kasih.